Sabtu, 21 Desember 2013

Keluarga berencana dalam islam

BAB II HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN 

A. HASIL KAJIAN 

A. Pengertian Keluarga Berencana (KB)

Keluarga berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak yang diinginkan. Untuk dapat mencapai hal tersebut maka dibuatlah beberapa cara atau alternatif untuk mencegah ataupun menunda kehamilan. Cara-cara tersebut termasuk kontrasepsi atau pencegahan kehamilan dan perencanaan keluarga. Keluarga berencana (disingkat KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Itu bermakna adalah perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD, dan sebagainya. Menurut WHO (Expert Committe, 1970), KB adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kehamilan dalam hubungan dengan umur suami istri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. Jadi, KB (Family Planning, Planned Parenthood) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi, untuk mewujudakan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Metode kontrasepsi bekerja dengan dasar mencegah sperma laki-laki mencapai dan membuahi telur wanita (fertilisasi) atau mencegah telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi (melekat) dan berkembang di dalam rahim. Secara medis kontrasepsi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu; kontrasepsi dapat reversible (kembali) dan kontrasepsi permanen (tetap).

1. Kontrasepsi yang reversible adalah metode kontrasepsi yang dapat dihentikan setiap saat tanpa efek lama di dalam mengembalikan kesuburan atau kemampuan untuk memiliki anak lagi.

2. Kontrasepsi permanen atau yang kita sebut sterilisasi adalah metode kontrasepsi yang tidak dapat mengembalikan kesuburan dikarenakan melibatkan tindakan operasi. Tujuan utama program Keluarga Berencana nasional adalah untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan Keluarga Berencana dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan tingkat atau angka kematian ibu dan bayi serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil yang berkualitas. Dalam realita dilapangan, terkadang mekanisme penggunaan KB serta efek yang ditimbulkannya kurang singkron dengan aturan-aturan syari’at. Walaupun salah satu tujuan keluarga berencana adalah menghindari dari kemudharatan dan bahaya yang ditiimbulkan akibat melahirkan, namun tidak sedikit dari penggunaan KB itu sendiri justru menimbulkan kemudharatan yang lebih besar. Berangkat dari latar belakang inilah terkadang para ulama memilki prespektif dan pandangan yang berbeda dalam memandang hukum dan kedudukan KB itu sendiri. Sebagian ulama membolehkannya dan sebagiannya lagi melarangnya. B. Manfaat KB Setiap tahun ada 500.000 perempuan meninggal akibat berbagai masalah yang melingkupi kehamilan, persalinan, dan pengguguran kandungan (aborsi) yang tidak aman. KB bisa mencegah sebagian besar kematian itu. Di masa kehamilan misalnya, KB dapat mencegah munculnya bahaya-bahaya akibat:

1. Kehamilan terlalu dini Perempuan yang sudah hamil tatkala umurnya belum mencapai 17 tahun sangat terancam oleh kematian sewaktu persalinan. Karena tubuhnya belum sepenuhnya tumbuh, belum cukup matang dan siap untuk dilewati oleh bayi. Lagipula bayinya pun dihadang risiko kematian sebelum usianya mencapai 1 tahun.

2. Kehamilan terlalu “telat” Perempuan yang usianya sudah terlalu tua untuk mengandung dan melahirkan terancam banyak bahaya. Khususnya bila ia punya problema-problema kesehatan lain, atau sudah terlalu sering hamil dan melahirkan.

3. Kehamilan-kehamilan terlalu berdesakan jaraknya Kehamilan dan persalinan menuntut banyak energi dan kekuatan tubuh perempuan. Kalau ia belum pulih dari satu persalinan tapi sudah hamil lagi, tubuhnya tak sempat memulihkan kebugaran, dan berbagai masalah, bahkan juga bahaya kematian, menghadang.

4. Terlalu sering hamil dan melahirkan Perempuan yang sudah punya lebih dari 4 anak dihadang bahaya kematian akibat pendarahan hebat dan macam-macam kelainan lagi, bila ia terus saja hamil dan bersalin lagi. C. Metode-Metode KB Apabila sudah mengambil keputusan akan menggunakan kontrasepsi dalam penerapan program Keluarga Berencana ini, kini tiba saatnya memilih metode yang paling cocok. Kontrasepsi dalam KB sendiri memiliki tujuh metode dalam penerapannya, yaitu :

1. Metode Perintang (barier) Yaitu metode yang bekerja dengan cara menghalangi sperma dari pertemuan dengan sel telur (merintangi pembuahan). Metode ini tidak mengubah cara kerja tubuh perempuan maupun pasangannya. Efek sampingnya sangat sedikit serta aman untuk ibu yang sedang menyusui. Sebagian besar juga melindungi dari penularan berbagai penyakit melalui hubungan seksual, termasuk HIV/AIDS. Contoh alat yang digunakan pada metode ini adalah kondom (untuk lelaki), kondom perempuan, diafragma, serta spermisida. 2. Metode Hormonal Yaitu metode yang mencegah indung telur mengeluarkan sel-sel telur, mempersulit pembuahan, dan menjaga agar dinding-dinding rahim tak menyokong terjadinya kehamilan yang tak dikehendaki. Metode KB hormonal memakai obat-obatan yang mengandung 2 hormon yaitu estrogen dan progestin. Keduanya serupa dengan hormon-hormon alamiah yang dihasilkan tubuh Anda, yakni estrogen dan progesteron. Dalam metode hormonal terdapat 3 jenis alat KB :
1. Pil pengendali kehamilan, yang harus diminum setiap hari.
2. Suntikan yang diberikan setiap beberapa bulan sekali.
3. Susuk yang biasanya dimasukkan ke dalam lengan Anda, dan tahan sampai beberapa tahun. Perbedaan antara metode hormonal dan metode perintang adalah metode hormonal mengubah proses kerja tubuh, sedangkan metode perintang tidak. Dengan metode hormonal, indung telur (ovarium) dihalangi sehingga tidak melepas sel telur ke dalam rahim. Selain itu metode ini juga menyebabkan lendir mulut rahim menjadi kental, sehingga menghalangi sperma bila hendak masuk. Kebanyakan pil KB dan beberapa suntikan mengandung hormon progestin dan estrogen sekaligus. Ini disebut pil atau suntikan terpadu. Kedua hormon itu bersama-sama bekerja memberi perlindungan yang bagus agar tidak hamil. Pil progestin, susuk, dan beberapa suntikan lain, tidak mengandung estrogen. Progestin saja (tanpa estrogen) lebih aman ketimbang pil atau suntikan terpadu, bila sedang mengalami problema kesehatan yang berhubungan dengan estrogen, atau sedang dalam masa menyusui bayi.

 3. Intra Uterine Devices (IUD) Metode Kb semacam ini adalah metode yang melibatkan alat-alat yang dimasukkan ke dalam rahim yang berfungsi untuk mencegah pembuahan sel telur oleh sperma. Ada beberapa jenis alat KB yang bekerja dari dalam rahim untuk mencegah pembuahan sel telur oleh sperma. Biasanya alat ini disebut spiral, atau dalam bahasa Inggrisnya Intra Uterine Devices, disingkat IUD. Tergantung jenis spiral apa yang dipakai, spiral bisa bertahan dalam rahim dan terus menghambat pembuahan sampai 10 tahun lamanya. Setelah itu harus dikeluarkan dan diganti. 4. Metode Alamiah Yaitu metode yang dapat membantu mengetahui kapan masa subur, sehingga dapat menghindari hubungan seks pada masa itu. Yang dimaksudkan dengan istilah “alamiah” di sini adalah metode-metode yang tidak membutuhkan alat ataupun bahan kimia (yang menjadi ciri khas metode perintang), juga tidak memerlukan obat-obatan (sebagaimana ciri metode hormonal). Ada 3 metode KB alami:

1. memberi ASI selama 6 bulan pertama

2. metode pengecekan lendir

3. metode pengamatan irama

5. Metode Permanen
Ini adalah metode yang menjadikan seseorang tak bisa lagi memiliki anak untuk selamanya lewat suatu operasi. Contohnya melalui proses sterilisasi, yaitu operasi pada tubuh perempuan atau laki-laki agar steril atau tak mampu tak lagi mempunyai anak. Kemungkinan terjadi kehamilan setelah sterilisasi hampir nol. Karena itu perlu pemikiran yang matang sebelum memilih metode ini dan harus yakin betul apabila sudah tidak ingin punya anak lagi di masa mendatang. Contoh lain dari metode permanen meliputi tindakan :
a. Vasektomi atau vas Ligation
b. Tubektomi atau Tubal Ligation (operasi ikat saluran telur)
c. Histerektomi (operasi pengangkatan rahim)

6. Metode Tradisional Setiap masyarakat punya metode-metode pencegahan kehamilan khasnya sendiri yang diturunkan dari nenek moyang. Meski jarang seefektif metode KB modern, banyak juga yang berhasil. Yang harus diingat adalah ada metode-metode tradisional yang tidak membawa hasil sama sekali dan ada yang malah membahayakan. Ada dua metode yang umumnya manjur untuk mencegah kehamilan:

1. Menarik keluar penis sebelum ejakulasi Dalam bahasa ilmiah ini dinamakan coitus interruptus atau “senggama terputus”. Caranya, lelaki segera menarik keluar penisnya menjauhi vagina ketika ia merasa sudah akan mengeluarkan air mani. Namun metode ini tidak selalu berhasil dengan baik.Metode inilah yang sering ditemukan pembahasannya dalam kitab-kitab mazhab Syafi’i khususnya. Sehingga memungkinkan untuk dijadikan sebagai dasar menganalogikan model-model KB yang lain yang bahasannya tidak ditemukan dalam literature klasik.

2. Memisahkan suami dengan istri sesudah kelahiran bayi Adat beberapa masyarakat menentukan bahwa sesudah bayi lahir, suami istri dilarang berhubungan seks sampai beberapa bulan, bahkan beberapa tahun lamanya. Metode bisa berhasil baik. Lagipula sang ibu punya waktu untuk memulihkan kondisi kesehatannya sendiri serta merawat bayi tanpa gangguan.

7. Metode Darurat Metode-metode darurat adalah cara-cara menghindari kehamilan setelah terlanjur berhubungan seks tanpa pelindung. Metode-metode ini mengupayakan agar sel telur yang telah dibuahi oleh sperma jangan menempel ke dinding rahim dan berkembang menjadi janin. Jadi, metode-metode darurat tidak dianjurkan untuk dipilih dalam keadaan apapun. Metode-metode ini hanya untuk keperluan mendesak dan jangan dijadikan acuan kebiasaan. Lagi pula, metode-metode ini hanya berhasil bila dilakukan seketika atau secepat mungkin setelah selesai berhubungan seks.

D. PEMBAHASAN

A. Pembahasan Mengenai ‘Azal (Coitus Interruptus)
 
Dalam literature klasik memang tidak ditemukan istilah keluarga berencana, Keluarga Berencana (Family Planning) hanyalah istilah kontemporer. Dalam beberapa literature para ulama terdahulu, mereka hanya menjelaskan beberapa bentuk model dari keluarga berncana saja yang mungkin bisa menjadi tempat menganalogikan (meng-qiyās-kan) bentuk-bentuk KB yang lainnya yang pembahasannya tidak diperoleh dalam kitab-kitab ulama terdahulu. Imam al-Ghazali menyebutkan dalam kitabnya Ihyā` salah satu dari contoh usaha mecegah terjadinya kehamilan, yaitu ‘azal. Imam al- Ghazaly mengemukakan bahwasanya salah satu sikap yang mulia terhadap pasangan adalah tidak melakukan ‘azal. Menurutnya tidak boleh bagi seseorang mencampakkan maninya melainkan ke dalam rahim pasangannya. Hal ini sesuai dengan hadis rasulullah: ما من نسمة قدر الله كونها إلا وهي كائنة متفق عليه من حديث أبي سعيد Artinya : tidaklah dari sebuah jiwa yang telah ditakdirkan Allah akan adanya melainnkan ia pasti akan ada. Ia menambahkan bahwasanya ada beberapa pandangan para ulama tentang hukum ‘azal, yaitu ada 4 (empat) versi, yaitu:

1. Versi yang mengharamkannya secara mutlak.
2. Versi yang membolehkan ‘azal atas dasar persetujuan (ridha) pasangan atau istri dan mengharamkannya apabila tanpa persetujuan istri. Kalau kita lihat dari subtansi pendapat diatas yang diharamkan adalah menyakiti pasangan (iza’) bukannya ‘azal secara langsung. Dengan kata lain haram melakukan ‘azal adalah haram lil’āridhi bukan haram zatῑ. Yaitu haram karena didasari oleh akibat yang ditimbulkan dari ‘azal itu sendiri bagi pasangan bersetubuh atau istri. Haram semacam ini persis seperti haramnya melakukan jual beli pada waktu shalat jum’at, dimana larangan tersebut bukan terletak pada transaksi jual beli akan tetapi karena akibat dan efek yang ditimbulkan darinya, yaitu dapat menghalani sipenjual tersebut untuk melakukan kewajiban shalat jum’at baginya. karena sibuk dengan berdagang. Dimana nahi semacam ini digolongkan dalam nahi li amrin kharij.
 3. Versi yang hanya membolehkan ‘azal pada hamba sahaya saja. Tidak boleh pada wanita hurrah (merdeka).
4. Versi yang membolehkannya secara mutlak, artinya dibolehkan walaupun dalam bentuk dan motif apa saja. Pendapat ini merupakan pendapat yang ashah dan menjadi pegangan dalam mazhab syafi’i. dalam hal ini, mubah yang dimaksudkan adalah khilaf aulā ,karena ibāhah yang dimaksudkan adalah ibāhah yang berada dalam ruang lingkup kirāhah. Menurut para ulama, kirāhah memiliki tiga makna, yaitu bermakna nahyi al-tahrῑm, nahyi al-tanzῑh dan bermakna meninggalkan fadhῑlah.

1. Nahyu al-tahrῑm ما ثبت نهيه بدليل يحتمل التأويل ” Larangan yang dipahami dari dalil yang memungkinkan untuk dita`wil kepada madlul yang lain.”
2. Nahyu al-tanzῑh ما ثبت نهيه بدليل مخصوص “ Larangan yang terpahami dari dalil yang jelas”
3. Tarku al-fadhῑlah ما ثبت نهيه بدليل غير مخصوص “ Larangan yang terpahami dari dalil yang tidak objektif (manshus) dan masih ada kemungkinan untuk ditransformasikan kedalam makna yang lain.” Sedangkan dalam kitab Al-Mustashfa fi ‘ilmi al-ushữl, Imam al-Ghazalῑ menambahkan satu item lagi yaitu hukum pada masalah yang timbul keraguan akan haramnya, seperti memakan daging binatang buas dan mengkonsumsi sedikit dari pada nabiz (perasan anggur) Tarku al-fadhῑlah adalah meninggalkan fadhῑlah, dimana sering diistilahkan dengan khilāf awlā. Kirāhah semacam ini sama halnya seperti kirāhah meniggalkan shalat dhuha. Ini dikarenakan tidak adanya dalil yang sharih yang melarang tidak boleh meniggalkan shalat dhuha..

Namun , larangan untuk meninggalaknnya hanya terpahami dari banyak fadhilah-nya saja. Contoh lain adalah kirahah bagi seorang yang bermukim di Mekkah namun tidak melakukan ibadah haji setiap tahunnya, dimana makna kirahah disini adalah meniggalkan fadhilah. Hal ini tidak ada bedanya dengan kronologi melakukan ‘azal, dimana memiliki seorang anak apalagi anak yang shaleh merupakan amanah yang sangat bernilai hargannya di mata syariat. Bila seseorang memiliki seorang anak kemudian anak tersebut berjihad di jalan Allah lalu ia gugur dalam membela agama Allah, maka orang tua anak tersebut akan mendapatkan pahala jua. Diamana pahala yang ia dapatkan adalah karena orang tua merupakan sebab lahirnya si anak. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW, yaitu:

 إن الرجل ليجامع أهله فيكتب له بجماعه أجر ولد ذكر قاتل في سبيل الله فقتل 

Artinya : sesungguhnya seorang yang menjimak istrinya maka akan ditulis baginya pahala anak laki-lakinya kelak yang syahid dalam peperangan di jalan Allah. Karena hukum makruh tidak berkontradiksi secara total (tabāyun kullῑ ) namun hanya kontradiksi pada sebagian komponen saja (tabayun Juzῑ`) dengan ibahah, tetapi saling berkaiatan. Sehingga komponen kirahah dan ibahah memungkinkan untuk bersatu pada satu tempat. Contoh lain dari tabayun juzῑ` adalah seperti tabāyun juzῑ` yang terjadi antara unsur logam besi dan cicin. Dimana pada sebuah cincin itu berhimpun padanya besi dan cincin. Sehingga cincin dan besi tersebut bisa diistilahkan dengan cincin besi. Contoh lain adalah kontradiksi antara sayur dengan bayam, dimana pada sayur bayam tersebut terdapat dua unsur yang berbeda, yaitu unsur sayur dan unsur bayam. Alasan ‘azal tidak termasuk dalam makruh tahrῑm atau tanzῑh adalah karena setiap hukum itu berasal dari dalil nash atau dianalogikan (di-qiās-kan) kepada permasalahan lain yang sudah ada nash-nya terlebih dahulu. Sedangkan dalam konteks hukum yang berupa makruh tahrῑm atau tanzῑh tidak ada permasalah lain yang mungkin untuk diqias. Adapun untuk makruh yang bermakna tarkul al-afdhal terdapat masalah yang mungkin diqias, yaitu permasalahan meninggalkan pernikahan, tidak melakukan persetubuhan setelah terjadinya pernikahan. ‘Azal ini tidak sama dengan aborsi atau al-wa`du sebagaimana dalam firman Allah yang Artinya:
Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya (Q. S. Al-Takwῑr: 8)

karena aborsi dan al-wa`du yang dimaksudkan dalam ayat adalah pembunuhan (jināyat) terhadap jiwa yang telah ada (maujud) sementara ‘azal bukanlah pembunuhan terhadap jiwa yang telah berbentuk (maujud). Imam al-Gazali mengklasifkasikan al-wa`du kedalam 4 (empat) tingkatan :

  1. Melakukan jimak serta bercampurnya sperma laki-laki dengan sel telur pada rahim perempuan dan bersiap untuk ditupkannya rữh, dan menggugurkannya termasuk dalam jināyat. 
  2. Menggugurkan kandungan disaat janin telah berubah menjadi mudhghah dan ‘alaqah. 
  3. Menggugurkan disaat telah ditiupkannya rữh dan telah berbentuk manusia. 
  4. Membunuh diasat telah lahir. Sedangkan ‘azal tidaklah termasuk dalam salah satu tingkatan jināyat diatas. Karena ‘azal hanya pencegahan kehamilan tanpa adanya jināyat. 

B. Hukum Keluarga Berencana Dalam Mazhab Syāfi’i

Berbicara mengenai hukum Keluarga Berencana dalam islam , berarti berbicara mengenai fiqh. Diaman hukum islam itu relatif dan tidak kaku pada satu hukum saja. Hukum akan berubah berdasarkan perubahan kondisi dan situasi seseorang. Dimana hukum yang berlaku bagi seseorang dalam keadaan sehat akan sangat berbeda dengan hukum yang berlaku dikala ia sakit. Bila suatu perbuatan kadang haram untuk dilakukan dalam waktu normal maka hukum tersebut kemungkinan akan berubah menjadi halal bila seseorang berada dalam keadaan terdesak (dharurah). Kita mengenal Keluarga Berencana sebagai media yang dipakai untuk mencegah kehamilan. Hal tersebut yang paling sering diperdebatkan dalam Islam. Hukum Keluarga Berencana dalam Mazhab Syafi’i dilihat dari 2 tujuan:

a) KB permanen untuk membatasi keturunan (tahdῑd al-nasl) Untuk merealisasikan program KB semacam ini maka pasien diharuskan menggunakan alat kontrasepsi permanen. Dimana kemampuan seseorang untuk memiliki keturunan akan sirna. KB yang semacam ini hukumnya haram, sangat dilarang dalam agama, karena sangat menentang dengan tujuan dan inti dari sebuah pernikahan, yaitu untuk menciptakan keturunan sebanyak-banyaknya. Bahkan sangat menentang dengan anjuran rasulullah SAW dalam sebuah hadis yaitu:

 تزوجوا الودود الولود فإني مكاثر بكم الأنبياء يوم القيامة 

Artinya: “Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu dihadapan para Nabi nanti pada hari kiamat” [Shahih Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban dan Sa’id bin Manshur dari jalan Anas bin Malik]

Namun demikian, hukum diatas bukanlah harga mati, dimana setiap ummat harus mengikutinya dalam situasi dan keadaan apapun. Islam tentunya sangat mentolerir umatnya yang memiliki alasan tertentu dan tidak memiliki kesanggupan untuk mentaati hukum diatas. Misalnya, menggunakan alat kontrasepsi ini dengan alasan bahwa penyakit yang diderita ibu menimbulkan resiko yang lebih besar bila harus melahirkan lagi bahkan bisa berefek kepada kematian. Dalam kondisi semacam ini, sang ibu seolah diharuskan untuk memilih satu dari 2 (dua) opsi masalah yang berbeda. Di satu sisi ia harus kehilangan kemampuannya untuk melahirkan lagi sebagai efek dari penggunaan alat kontrasepsi permanen, atau ia harus kehilangan nyawanya dengan tetap mempertahankan produktifitasnya untuk dapat melahirkan lagi dan tidak mengikuti program KB. Alasan ini tentunya memiliki pertimbangan sekaligus perhatian yang sangat besar dalam tatanan fikh, khususnnya dalam konteks fikh imam Syafi’i. Sehingga, penulis berasumsi bahwa kasus diatas bisa dikategorikan dalam bagian formulasi fikh (qaidah) imam syafi’i yang yang tertuang dalam satu qaidah Usul fikh yang berbunyi:

 اذا تعارض مفسدتان روعي أعظهما ضررابارتكاب أخفهما 

Artinya: apabila terjadi kontradiksi antara dua mafsadah (yang membahayakan) dan saling mengancam, maka yang diperhatikan adalah (mengesampingkan) yang paling besar bahayanya”. Maka dalam kondisi yang semacam ini, syara’ memberikan solusi kepada ibu tersebut dengan memberikan dua opsi yang berbeda. Yaitu dengan memilih salah satu dari dua hal yang membahayakan dirinya, yaitu pilihan yang konsekwensinya paling ringan.

Dalam hal ini tentunya seorang ibu akan sangat bijaksana bila ia megutamakan keselamatannya sendiri dengan merelakan kehilangan produktifitasnya untuk melahirkan, dari pada harus membiarkan kemampuan tersebut sementara disisi lain akan mengancam jiwanya sendiri bahkan bisa mengakibatkan kematian. Sementara itu bila pengunaan perangkat-perangkat penunda kehamilan dapat menyebabkan kemandulan, seperti vasektomi (metode ber-KB dengan cara memotong atau mengikat Vas Deferen yaitu saluran yang mengangkut sel sperma dari testis menuju vesikula seminalis) yang dapat menjadikan seorang laki-laki tidak bisa menghasilkan sperma, Tubektomi (suatu kontrasepsi permanen untuk mencegah keluarnya ovum dengan cara tindakan mengikat atau memotong pada kedua saluran tuba yang mampu menjadikan ovum yang matang tidak akan bertemu dengan sperma karena adanya hambatan pada tuba), Dengan demikian maka, membalik rahim, dan lainnya, maka para ulama sepakat untuk mengharamkan praktek-praktek tersebut, apabila pelaku KB tersebut tidak dalam kondisi emergency (dharurah). Karena, mencegah keturunan atau menjadikan seseorang tidak bisa memiliki ketururnan termasuk dalam kategori merubah ciptaan Allah SWT, yakni merubah dari kondisi bisa hamil menjadi tidak bisa hamil. Selain itu, menjaga keturunan merupakan bagian tujuan dari legislasi hukum-hukum dalam islam (maqāshid al-syar’iyah) yang wajib dijaga.

b) KB yang bertujuan untuk menertibkan keturunan (Tandhiimu al-nasl). Demi terlaksananya program Keluarga Berencana semacam ini pasien diharuskan untuk mengikuti jenis kontrasepsi yang reversible, yaitu metode kontrasepsi yang dapat dihentikan setiap saat tanpa efek lama di dalam mengembalikan kesuburan atau kemampuan untuk memiliki anak lagi. KB yang semacam ini memang tidak ada larangan khusus dalam syara’ sehingga mengharamkannya sebagaimana poin yang pertama, akan tetapi hukumnya makruh saja. Dan masih berada dalam ruang lingkup jawaz (boleh). Contoh metode pencegah kehamilan yang pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW adalah ‘azl yakni melakukan persetubuhan dimana ketika suami akan ejakulasi maka zakarnya dicabut dari vagina kemudian ia ejakuliasi dan zakarnya diluar vagina. Namun praktek ini tidak dilarang oleh Rasul sebagaimana yang terpahami dari hadis berikut:

 و حدثني أبو غسان المسمعي حدثنا معاذ يعني ابن هشام حدثني أبي عن أبي الزبير عن جابر قال كنا نعزل على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فبلغ ذلك نبي الله صلى الله عليه وسلم فلم ينهنا 

Artinya: Dari Jabir berkata "Kami melakukan ‘azl di masa Rasulullah SAW, dan Rasul mendengarnya tetapi tidak melarangnya”. (H.R Muslim). Sedangkan metode-metode baru yang lazim dilakukan sekarang dan belum pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW membutuhkan kajian yang mendalam dan melibatkan ahli medis dalam menentukan kebolehan atau keharamannya.

Dewasa ini, penundaan kehamilan dan kelahiran anak biasanya terealisasi dengan penggunaan pil KB, penggunaan kondom bagi laki-laki atau spiral bagi wanita. Praktek ini dinilai lebih ramah dan tidak menimbulkan bahaya, baik penggunanya ataupun orang lain, termasuk sperma yang akan menjadi benih seorang anak. Praktek-praktek ini disamakan dengan ‘azal, yang asal hukumnya adalah makruh. Namun, apabila ‘azal diperlukan maka hukumnya mubāh. Seperti halnya karena takut terhadap bahaya yang diakibatkan dari rasa sakit waktu melahirkan, suami ingin menjaga kecantikan istri atau agar istri tidak terlihat gemuk, takut pekerjaannya bertambah berat apabila terlalu banyak anak yang harus dinafkahi. Apabila praktek-praktek ini tidak didasari alasan seperti diatas maka hukumnya adalah makruh. Namun praktek-preaktek diatas bisa menjadi tidak diperbolehkan apabila dilandasi dengan niat dan alasan yang salah, seperti takut miskin, dan takut mengganggu pekerjaan orang tua. Dengan kata lain, penilaian tentang Keluarga Berencana tergantung pada individu masing-masing.

Contoh lain adalah berkontrasepsi dengan maksud berkonsentrasi dalam berkarier atau supaya hidup senang atau hal-hal lain yang serupa dengan itu, sebagaimana yang dilakukan kebanyakan wanita zaman sekarang, maka hal itu tidak boleh. Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa Keluarga Berencana diperbolehkan dengan alasan-alasan tertentu misalnya untuk menjaga kesehatan ibu, mengatur jarak di antara dua kelahiran, untuk menjaga keselamatan jiwa dan kesehatan. Beberapa Ulama besar dalam mazhab sāfi’ῑ memiliki pendapat yang tidak jauh berbeda tentang hukum pencegahan kehamilan, diantaranya adalah :

1. Imam Syibra Malisῑ. Beliau membedakan antara yang mencegah kehamilan secara total dan yang mencegahnya secara kontemporer saja. Dimana yang pertama (permanen) dihukumi haram, sedangkan yang kedua (kontemporer) mubāh. Sama halnya dengan ‘azal yang hukumnya mubāh.

2. Imam Ramli menegaskan dengan menukilkannya dari Imam Al-Zarkasyῑ, bahwa tidak haram menggunakan sesuatu yang dapat mencegah kehamilan sebelum keluarnya sperma disaat bersetubuh. Kemudian makruh bagi wanita mempergunakan sesuatu yang dapat mencegah kehamilan dan haram jika untuk mencegah kehamilan secara permanen. Melihat dari aspek lain, KB juga bisa dihubungkan dengan beberapa masalah yang hampir menyerupainya, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh para ulama dalam beberapa literature klasik. Yaitu, masalah hukum mematikan sperma setelah terjadinya penetrasi kedalam vagina. Yang lazim disebut dengan ilqā`u al-nuthfah. Ilqā`u al-nuthfah merupakan suatu usaha untuk menghambat terjadinya pembuahan didalam rahim setelah terjadinya penetrasi. Usaha ini lebih dikenal dengan aborsi apabila usaha pencegahan tersebut terjadi setelah terbentuknya spermatozoa (nuthfah) menjadi segumpalan daging (‘alaqah). Beberapa ulama memberi pandangan mengenai masalah ini, yaitu:

1. Abu Ishāk Al-Marwazῑ ( Mazhab Hanafi) berpandangan lain, menurutnya bahwasanya boleh bagi seorang majikan (sayyid) memberikan obat-obatan kepada amah-nya untuk menggugurkan janin yang ada dalam kandungannya selama masih berbentuk ‘alaqah atau mudhghah. Namun ada kemungkinan bahwa kebolehan ini hanya diperuntukkan kepada sayyid yang memiliki hamba, dengan tujuan supaya miliknya terjaga.

2. Menurut imam Ramli, tidak diharamkan mematikan sperma atau janin selama belum ditiupkan ruh kedalam janin tersebut.

3. Ibrahim al-Bajuri, haram menggunakan alat kontrasepsi yang dapat mencegah kehamilan secara permanen. Adapaun alat kontrasepsi yang bersifat temporer (sementara) maka hukumnya boleh tetapi makruh.

4. Menurut imam Al-Ghazalῑ haram, karena sperma setelah menetap dalam rahim maka ia akan berubah menjadi ‘alaqah ( segumpal daging), karena menurut beliau tindakan semacam ini tergolong kedalam jināyah. Semetara ‘azal tidaklah seperti demikian.

5. Sulaiman Al-Bujairimi, Pendapat yang mu’tamad (pendapat yang menjadi pegangan dalam mazhab syafi’i) adalah tidak diharamkan. Yang haram hanyalah mematikan segumpalan daging yang telah ditiupkan ruh.

C. Keluarga Berencana Dalam Sudut Pandang Tujuan Tertentu.

Keluarga Berencana termasuk masalah yang kontroversional sehingga tidak ditemukan bahasannya oleh imam-imam madzhab. Secara umum, hingga kini di kalangan umat Islam masih ada dua kubu antara yang membolehkan Keluarga Berencana dan yang menolak Keluarga Berencana. Ada beberapa alasan dari para ulama yang memperbolehkan Keluarga Berencana, diantaranya dari segi kesehatan ibu dan ekonomi keluarga. Imam al-Ghazaly juga memdeskripsikan beberapa alasan yang memotivasikan seseorang untuk melakukan pencegahan kehamilan atau KB. Menurutnya ada berapa alasan seseorang melakukan pencegahan kehamilan, yaitu:

1. Dalam perbudakan
  • Menjaga harta agar tidak hilang kepemilikannya, karena bila melahirkan maka seorang hamba akan berubah statusnya menjadi Ummu walad. Dan bila pemilik hamba (sayyid) meninggal dunia maka hamba tersebut akan merdeka. 
  • Memiliki tujuan agar status kepemilikan tetap utuh. Dan mengantisipasi hal hal diatas bukanlah suatu larangan dalam agama. 

2. Menjaga kecantikan istri agar tetap awet dan menjaga keselamatannya.

3. Takut bertambah banyak kesibukannya karena memiliki anak yang banyak serta menghindari diri dari hal yang mengharuskan untuk berusaha dan bekerja yang melampaui batas.

4. Takut akan lahirnya anak perempuan, karena kelahiran anak perempuan dianggap sebagai ‘aib.

5. Wanita tidak mau memiliki anak karena terlalu berlebihan dalam menjaga kebersihan diri, serta menghindari dari melahirkan, nifas, dan menyusui. Dimana hal ini merupakan kebiasaan wanita-wanita kaum khawarij yang sangat berlebihan dan over dalam menggunakan air dalam bersuci. Selain itu, program Keluarga Berencana juga didukung oleh pemerintah. Sebagaimana diketahui, sejak 1970, program Keluarga Berencana nasional telah meletakkan dasar-dasar mengenai pentingnya perencanaan dalam keluarga. Intinya, tentu saja untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang berkaitan dengan masalah dan beban keluarga jika kelak memiliki anak. Di lain pihak, beberapa tokoh islam berpendapat bahwa Keluarga Berencana itu haram. Hal ini didasarkan pada firman Allah Qs. Al-Isra':31 yang Artinya:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”( Q.S. Al-Isrā`:31) 

Ayat diatas kalau dilihat dari beberapa penafsiran beberapa ulama, teryata tidak ada kaitannya tentang kasus pencegahan kehamilan yang sedang kita bahas. Akan tetapi ayat diatas mengarah kepada larangan membunuh anak ( ,(الولد dimana kata walad tersebut diartikan dengan tubuh yang telah menjadi manusia, bukannya yang masih berbentuk manikam yang kemudian pembuahannya dicegah dengan menggunakan alat kontrasepsi sebagaimana layaknya Keluarga Berencana (KB). Lebih-lebih lagi asbābu al-nuzul ayat tersebut juga sangat jauh berbeda dengan kronologi yang terjadi dari penggunaan alat kontrasepsi itu sendiri. Adapun asbab al-nuzul ayat tersebut adalah pembunuhan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak perempuannya, dengan tujuan supaya jumlah keluarganya sedikit sehingga beban untuk menanggung nafkah bisa lebih ringan. Selain itu, supaya kadar harta warisan yang diperoleh anak laki-laki menjadi lebih banyak. Karena sudah menjadi adat dan kebiasaan kaum jahliah, setiap anak perempuan tidak mendapat harta warisan seperti anak laki-laki. Kemudian Allah SWT menurunkan ayat ini. Dan Allah memberitahukan bahwasanya rezki anak-anak tersebut merupakan tanggungjawab Allah SWT.

Oleh karena itu,mereka tidak memperbolehkan Keluarga Berencana. Maka dari itu, kita harus mempelajari pengetahuan tentang Keluarga Berencana dari beberapa sudut pandang sehingga bisa memberi manfaat bagi masyarakat luas serta meyakinkan masyarakat tentang hukum Keluarga Berencana. Rasulullah SAW sangat menganjurkan umatnya untuk memiliki keturunan yang sangat banyak. Namun tentunya bukan asal banyak, tetapi berkualitas sehingga perlu dididik dengan baik supaya dapat mengisi alam semesta ini dengan manusia yang shalih dan beriman. D. Alasan menghalalkan KB KB boleh dilakukan selama masih dalam bentuk manikam dan belum terbentuk menjadi daging (mudhghah) dan belum ditiupkannya ruh kedalam daging tersebut. KB yang mendapat legalisasi dalam islam adalah KB yang berfungsi untuk memperlambat terjadi kehamilan yang tujuannnya untuk menertipkan keturunan. Hal ini diblolehkan karena memandang dari segi maslahah yang ditimbulkannya. Adapun KB yang mengandung unsur untuk menghilangkan keturunan secara permanen ini diharamkan dalam islam. Model KB yang lazim dilakukan sekarang adalah dengan cara memberi obat kepada sang istri sebelum melakukan hubungan seksual, dimana rahim si istri masih dalam keadaan kosong. Tentunya ini bukan menjadi sebuah masalah dalam agama selama obat yang dikonsumsi tersebut tidak membahayakan kesehatan kedua belah pihak dan yang terpenting tidak memutuskan keturunan secara permanen. KB semacam ini hukumnya makruh. Dalam artian, syara’ masih memberikan ruang khusus terhadap legalisasi KB, lebih-lebih lagi dalam keadaan yang mendesak (dharurah). Adapun apabila pencegahan kelahiran yang dilakukan setelah menetapnya sperma kedalam rahim (sudah terbentuk menjadi alaqah atau madhgah) dan sebelum sampai pada masa peniupan ruh dalam janin yaitu 120 hari. Dalam hal penjegahan kelahiran ini, diantara para ulama terdapat beberapa perbedaan pendapat, yaitu:
a) Ibnu ‘Imad mengharamkannya, ini adalah pendapat kuat.

b) Abu Ishak al-Marwazi membolehkannya selama masih berbentuk daging (belum ditiupnya ruh).

c) Ulama mazhab hanafi membolehkannya dalam kondisi apapun, sebelum atau sesudah ditiupnya ruh.

 E. Metode Berkontrasepsi Dan Hukumnya

Berdasarkan urian diatas, penulis menyimpulkan bahwa ada beberapa KB yang tidak menyalahi aturan islam. Dan tidak memahayakan penggunanya. Berdasarkan dari uraian pada sub kajian yang telah kami paparkan, penulis menyimpulkan bahwasamya ada beberapa macam KB yang dibolehkan dalam pandangan Ulama fiqh, diantaranya adalah :

1. ‘Azal. ‘Azal merupakan salah satu model KB yang sangat aman dan mudah untuk dilakukan tanpa adanya bantuan obat atau semacam alat kontrasepsi, yaitu dengan cara mencabut zakar dari vagina istri pada saat suami mencapai klimaks (inzāl). Menurut ulama fikh model KB semacam ini hukumnya makruh.

2. Kontrasepsi barrier (penghalang) Yaitu metode yang bekerja dengan cara menghalangi sperma dari pertemuan dengan sel telur (merintangi pembuahan). Seperti penggunaan kondom dan spiral bagi wanita Penggunaan alat kontrasepsi semacam ini juga dapat mengubah status hukum penggunaan alat itu sendiri, bila mekanisme pemakaiannya menggunakan jasa orang lain atau selain suami dan istri maka penggunaan alat tersebut akan berubah menjadi haram. Contohnya seperti penggunaan spiral pada wanita, bila penggunaah tersebut memerlukan bantuan orang lain maka akan berakibat haram bila orang lain itu bukanlah halῑl bagi wanita tersebut. Begitu juga penggunaan kondom bagi kaum laki-laki, penggunaan alat kontrasepsi tersebut menjadi haram hukumnya bila dipakai oleh otang lain yang bukan istrinya. Namun haram semacam ini bukanlah haram lizatῑ akan tetapi haram tersebut adalah karena penyebab yang lain, yaitu haram ‘aridhῑ. Yang diharamkan bukanlah penngunaan alat tersebut, tetapi mekanisme pemakaiannya yang melibatkan bantuan orang lain dan berakibat pada terlihat dan tersentuhnya organ tubuh ajnabῑ atau ajnabῑyah.

3. Metode hormonal Yaitu metode yang mencegah indung telur mengeluarkan sel-sel telur, mempersulit pembuahan, dan menjaga agar dinding-dinding rahim tak menyokong terjadinya kehamilan yang tak dikehendaki. Metode semacam ini hampir sama dengan permasalahan Ilqā`u al-nuthfah mencampakkan manikam keluar rahim dimana tujuan dari Ilqā`u al-nuthfah sama dengan tujuan dari metode ini, yaitu untuk menghambat terjadinya pembuahan dialam rahim.

4. Metode alamiah Yang membantu mengetahui kapan masa subur, sehingga dapat menghindari hubungan seks pada masa itu. 5. Metode AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim; IUD= Intra Uterine Device) Gunanya untuk mencegah pembuahan sel telur oleh sperma. AKDR biasa dianggap tubuh sebagai benda asing menimbulkan reaksi radang setempat, dengan sebukan leukosit yang dapat melarutkan blastosis atau sperma. AKDR yang dililiti kawat tembaga, tembaga dalam konsentrasi kecil yang dikeluarkan dalam rongga uterus selain menimbulkan reaksi radang seperti pada AKDR biasa, juga menghambat khasiat anhidrase karbon dan fosfatase alkali. AKDR yang mengeluarkan hormon juga menebalkan lendir serviks sehingga menghalangi pasase sperma. Secara teknik Insersi AKDR hanya bisa dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis karena harus dipasang di bagian dalam kemaluan wanita. Dari segi pemasangan, IUD harus melibatkan orang yang pada dasarnya tidak boleh melihat kemaluan wanita meskipun dokternya wanita. Karena satu-satunya orang yang berhak untuk melihatnya adalah suaminya dalam keadaan normal. Sedangkan pemasangan IUD sebenarnya bukanlah hal darurat yang membolehkan orang lain melihat kemaluan wanita meski sesama wanita. Dilihat dari kronologi pemasangannya, IUD diharamkan seandainya dipasang oleh orang yang haram melihat kemaluan pasien. Kecuali dalam kondisi emergency (dharurat). 6. Metode alamiah, yang membantu mengetahui kapan masa subur, sehingga dapat menghindari hubungan seks pada masa itu.

Metode semacam ini hampir sama dengan permasalahan Ilqā`u al-nuthfah mencampakkan manikam keluar rahim dimana tujuan dari Ilqā`u al-nuthfah sama dengan tujuan dari metode ini, yaitu untuk menghambat terjadinya pembuahan dialam rahim. Maka menurut pendapat Mu’tamad dalam mazhab syafi’i halal. 7. Tubektomi/Vasektomi Tubektomi pada wanita atau vasektomi pada pria ialah setiap tindakan (pengikatan atau pemotongan) pada kedua saluran telur (tuba fallopii) wanita atau saluran vas deferens pria yang mengakibatkan orang/ pasangan bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi. Kontrasepsi itu hanya dipakai untuk jangka panjang, walaupun kadang-kadang masih dapat dipulihkan kembali/reversibel.Kontrasepsi semacam ini haram hukumnya.

0 komentar:

Posting Komentar